Rabu, 29 Juli 2009

star shine

The stars collapsed
Diminishing itself into speckles of stardust
Some of which landed on your eyes
Now the only sparkle
Lighting my way back home

You may not know it, love
But, you gleam brighter
Than the northern star
If I leaned in closer,
and whispered to you ears softly,
"You're my favourite star"
Would you listen?

semua tentang mu

Singkirkan senyum manismu,
karena senyum itu bukan untukku

Singkirkan hadirmu itu,
karena hadirmu bukan untuk mataku

Tak perlu semua itu,
hanya membawa hal-hal picisan bagiku

Kuharap kau tak pernah tahu,
supaya kau tetap tenang lanjutkan langkahmu

Pergilah ke mana pun kau mau,
bawa serta dewimu itu

Bantu aku menarik mundur pasukan panah asmaraku,
dari medan magnetmu

Karena seribu panahku,
percuma menampar dinding batu,
yang berdiri kaku antara kau dan aku,
dan tak lekang oleh waktu

seperti mati

Seperti Mati


Seperti mati kurasa,
jika ku seorang penyair
yang tak mampu lagi ungkapkan isi hati
dengan rangkaian puisi

Seperti mati kurasa,
jika ku seorang pelari
yang tak sanggup lagi berdiri
diatas kedua kaki dan harga diri

Seperti mati kukira,
saat ku tak dapat kembangkan senyum
ketika seseorang ramah menyapaku
mengawali hari tuk gapai mimpi

Seperti mati kukira,
saat ku tak kuasa menahan tawa
ketika seseorang meratapi nasibku
yang tak kunjung tiba temukan asa

godaan

Godaan


Cinta itu…
Bagaikan teh manis yang di tambah sedikit mint
Transparan, manis, dan sedikit pedas

Sayang itu…
Ibarat susu murni, suci, tulus, dan tak menuntut

Benci itu…
Bagaikan kopi hitam, gelap, pekat, dan pahit

Kekuasaan itu...
bagaikan lemon tea, Asam, manis serta keruh

Semuanya terlihat meggoda...
Apakah kau tahan terhadapnya?

Rabu, 22 Juli 2009

dan aku ada

aku ada untuk tiada

karna memang takdir semua ksatria untuk mati pada akhirnya

bintang dan berlian

alkisah…
adalah seorang dara kecil, tengah bermain di ruang tivi. saat itu, sang ayah sedang menerima tamu dari negeri seberang. negeri yang terkenal dengan kebiasaan menghitung energi dan segala sesuatu tuk peruntungan dalam hidup.
tamu itu konon terpaku pada dara cilik itu.
dan tiba-tiba berpesan..
- jaga anak ini baik-baik yaa
begitu saja..
selebihnya entah bahasa apa yang digunakan tuk menjelaskan mengapa dan kenapa.
maka kedua orang tua itupun mulai menjaga sang dara cilik dengan sangat hati-hati. segala serba dibatasi. dara cilik itu sampai-sampai cembetut dibuatnya.
karena tak ada bahaya apa-apa kok.
maka entah apa juga yang mesti di jaga?
selain sang dara cilik itu sakit-sakitan dan suka tak sadarkan diri. wajahnya bisa seputih kapas dan bibirnya bisa sebiru legam lautan. lalu diapun “hilang” dalam “dingin”..
perjalanannya begitu panjang, bulan berganti, tahun bertambah.
ketika di sakit terakhirnya, dia bertemu dengan seseorang yang konon baik hati, juga mengamatinya dengan aneh. seolah ingin menembusnya jauh ke dalam tulang belulangnya.
orang itupun berkata hal yang sama
- dia berlian dan jagalah dia.
ah, orang-orang itu suka berpesan yang aneh-aneh.
sang darapun sudah tak mau memikirkannya.
sampai seorang sahabatnya, dengan teknologi canggih bercerita ttg banyak fenomena yang bisa diuraikan secara ilmiah.
salah satunya tentang aura..
dan berlian?
itu aura perak atau keemasan
menurutnya
hah?
sang darapun terbelalak?
trus ada apa dengan itu?
ga ada apa-apa
selain secara spiritual memang tinggi saja
tapiiiiiiii….
secara fisik memang lemah banget
lemah banget?
maka sang dara jadi mengerti satu hal
bahwa dingin ini memang begini
dia tak mampu berpikir lebih dari itu
selain tubuhnya memang lemah dan melulu lemah..
maka di bagian mana dia nampak begitu kuat dan tak terkalahkan?
kalau ternyata, dia hanya bak berlian yang memantulkan apa-apa yang ada di hadapannya? maka siapa yang kuat dan yang tak terkalahkan kalau bukan manusia yang ada di hadapannya?
atau di bagian mana dia nampak begitu keras dan tak mau mengalah?
kalau ternyata, dia hanya bak berlian yang memantulkan apa-apa yang ada di hadapannya? maka siapa yang keras dan yang tak mau mengalah, kalau bukan manusia-manusia yang ada di hadapannya?
maka jangan tunda
tuk datangi dia
dan temukan dirimu didalamnya
sebelum dia tak lagi mampu menahan dingin
dan kilaunya yang tajam..
dan teman sang darapun berkata,
seharusnya berlian di cagak oleh sesuatu yang juga sama kuat dan kokohnya. kalau tidak, berlian itu akan jatuh dan hilang…
jatuh dan hilang?
aku sudah jatuh, begitu kata dara itu pada temannya
tinggal tunggu hilangnya..
maka temannya berkata,
- aku akan menjagamu! aku akan menjagamu!
kalau saja aku kuat untukmu. ah, aku hanya teman kecilmu. aku tak bisa apa-apa…
sang dara diam dalam dinginnya..
tersenyum pada temannya dan bilang
- aku ga papa. percayalah. aku tahu, kita sudah melewati masa bersamas sebagai dua sahabat. aku tak akan melupakannya..
temannya pun berteriak
- kau harus menemukannya, kau harus menemukannya!
darapun menjawab
- aku ga papa. aku masih bisa… percayalah. aku masih bisa sendiri..
begitulah..
fenomena dara ini seperti bintang jatuh, yang sia-sia di bumi. terlalu banyak polusi, dia tak mampu bernafas. terlalu banyak ilusi, dia tak mampu berkilau. tenggelam dalam lautan manusia, hilang di belantara.
sampai kau menemukannya secara dekat dan……. takjub oleh cahayanya.
bintang jatuh
ketika langit sudah tak mampu mengikat benda-benda
berlian
ketika bumi sudah kehabisan keindahan
cahaya
ketika gelap telah hampir rata
tapi… dia telah begitu lemah
tenggelam dalam belantara
dan kembali menunggu
sampai ada bintang
yang jatuh lagi ke bumi…
dan konon memang akan banyak
yang berjatuhan di setiap saatnya
di setiap masanya

Dhruva

Di langit malam yang gelap, ada sebuah bintang yang tak pernah
berpindah. Orang-orang menyebutnya Bintang Kutub. Bintang ini dapat
menjadi pedoman untuk menetukan arah bagi para pelaut dan nelayan di
laut lepas. Di India, bintang ini disebut Bintang Dhruva.
Mengapa demikian? Begini ceritanya…


Pada jaman dahulu, hiduplah seorang anak bersama Dhruva. Ia tinggal di
tengah hutan bersama ibunya. Ibu Dhruva bernama Ratu Suniti. Ya!
Dhruva memang putra mahkota seorang raja! Ayahnya bernama Raja
Uttanapada.
Seharusnya Dhruva dan ibunya tinggal di dalam istana. Tapi, karena
kedengkian seorang kerabat istana yang ingin anaknya kelak menjadi
raja, Dhruva dan ibunya di usir dari istana.
Dalam kehidupannya, Dhruva sangat merindukan ayahnya. Tapi, tiap kali
Ratu Suniti menghiburnya,
"Dhruva, anakku," kata Ratu Suniti. "Ada seorang ayah yang sangat
menyayangimu. Kelak suatu hari nanti, kau akan bertemu dengannya."
"Siapa dia , Bu?" tanya Dhruva.
"Dia adalah Dewa Wishnu," jawab Ratu Suniti.
"Kapan saya bisa bertemu denganya, Bu?" tanya Dhruva lagi.
"Nanti, bila kau sudah dewasa dan menjadi orang yang bijaksana," sahut
Ratu Suniti sambil membelai kepala Dhruva.
Dhruva termenung. Ia benar-benar merindukan seorang ayah! Beberapa
bulan yang lalu, ia memang pergi ke istana. Tapi ia tidak bertemu
dengan ayahnya. Ia malah bertemu dengan Suruchi, kerabat istana yang
dengki itu. Suruchi langsung mengusir Dhruva. Dan dhruva pun kembali
ke hutan.
"Saya tidak mau menunggu sampai jadi dewasa dan bijakasana, Bu," kata
Dhruva kemudian. "Saya ingin bertemu dengan Dewa Wishnu sekarang."
Ratu Suniti mengetahui betapa kuatnya keinginan Dhruva.
"Anakku Dhruva," ucap Ratu Suniti akhirnya. "Kalau kau memang ingin
bertemu Dewa Wishnu, pergilah. Tapi ingat, segera kembali ke sini
begitu keinginanmu berkurang walau cuma sedikit."
Dhruva sangat berterima kasih atas kebijaksanaan ibunya. Ia kemudian
pamit, lalu meninggalkan ibu dan gubuknya. Ia terus melangkah makin
jauh masuk ke dalam hutan. Ya! Dhruva memang sangat ingin bertemu Dewa
Wishnu! Berhari-hari Dhruva berjalan, tapi ia belum juga bertemu Dewa
Wishnu.
Pada suatu malam, Dhruva merasa sangat lelah dan lapar. Ia berbaring
di bawah sebuah pohon besar. Di tengah kegelapan itu, ia melamun.
Terbayang di matanya wajah ibunya yang sedih dan kesepian tanpa
dirinya. Tapi keinginan Dhruva tak pernah berkurang sedikit pun. Dan
dalam kegelapan itu, tiba-tiba seseorang muncul di depan Dhruva. Orang
itu adalah Narada yang bijaksana.
"Anak kecil, sedang apa kau malam-malam begini berada di tengah
hutan?" tanya Narada.
Lalu Dhruva menceritakan keinginannya untuk bertemu Dewa Wishnu.
Kepala Narada mengangguk-angguk begitu cerita Dhruva selesai.
"Kalau begitu, ikutlah denganku," kata Narada kemudian.
Sejak saat itu, Dhruva mengikuti Narada.
Narada mengajari Dhruva berdoa dan bertapa. Dhruva sangat tekun
belajar bertapa. Ia duduk tak bergerak di atas batu, menutup matanya,
kemudian memusatkan pikiran pada satu hal, yaitu Dewa Wishnu.
Suatu hari, terdengarlah suara, "Anaklku Dhruva, aku ada di sini."
Dhruva membuka matanya. Di depan Dhruva, berdirilah seorang laki-laki.
Cahaya kemilau menyelimuti tubuh laki-laki itu. Saat itu juga Dhruva
tahu bahwa doanya terkabul. Laki-laki itu adalah Dewa Wishnu. Dhruva
sangat gembira.
"Anakku," kata Dewa Wishnu. "Kau sudah melakukan segala hal agar bisa
bertemu denganku. Kau sudah memegang teguh keinginan itu, dan
mengatasi semua rintangan yang menghadangmu. Nah, sekarang apa yang
kau inginkan setelah bertemu denganku?"
"Dewa, saya sangat merindukan seorang ayah. Ibu saya berkata bahwa
Dewa Wishnu-lah ayah yang terbaik di dunia ini. Saya ingin selalu
dekat dengan Dewa," jawab Dhruva. "Selain itu, saya ingin Ibu saya
kembali ke istana. Saya ingin Ibu saya bahagia, Dewa."
"Baiklah," sahut Dewa Wishnu. "Ibumu akan kembali ke istana, dan kau
akan selalu dekat denganku."
Lalu Dewa Wishnu mengubah Dhruva menjadi sebuah bintang yang amat
terang, dan meletakkannya di langit.
Beberapa saat setelah Dhruva menjadi Bintang Kutub, datanglah utusan
istana untuk menjemput Ratu Suniti, Ibu dhruva. Raja Uttanapada sudah
mengetahui kedengkian Suruchi. Ratu Suniti pun kembali ke istana.
Bila malam tiba, Ratu Suniti selalu menyempatkan diri untuk
melambaikan tangan ke arah Bintang Kutub, yang kemudian diketahuinya
merupakan penjelmaan dari Dhruva. Dhruva pun membalas lambaian tangan
itu dengan kerlipan yang indah.
Bintang Kutub itu tak pernah berpindah, tak seperti bintang-bintang
lain yang selalu bergiliran untuk muncul di langit. Bintang Kutub itu
ada sepanjang tahun, sebagai lambang keinginan yang begitu kuat, yaitu
keinginan Dhruva bertemu dengan Dewa Wishnu

KSATRIA PUTRI DAN BINTANG JATUH

Ksatria jatuh cinta pada putri bungsu dari kerajaan bidadari.
Sang putri naik ke langit.
Ksatria kebingungan.
Ksatria pintar naik kuda dan bermain pedang.
Tapi tidak tahu caranya terbang.

Ksatria keluar dari kastil untuk belajar terbang pada kupu-kupu.
Tetapi kupu-kupu hanya bisa menempatkannya di pucuk pohon.

Ksatria belajar pada burung gereja.
Burung gereja hanya mampu mengajarinya sampai diatas menara.

Ksatria kemudian berguru pada burung elang.
Burung elang hanya mampu membawanya sampai puncak gunung.

Tak ada unggas bersayap yang mampu terbang lebih tinggi lagi.
Ksatria sedih, tapi tetap tidak putus asa.

Ksatria memohon pada angin.
Angin mengajarinya terbang mengitari bumi.
Lebih tinggi dari gunung dan awan.
Namun sang putri masih jauh di awang-awang,
Dan tak ada angin yang mampu menusuk langit.

Ksatria sedih dan kali ini ia putus asa.
Sampai satu malam ada bintang jatuh
Yang berhenti mendengar tangis dukanya.
Ia meanawari Ksatria untuk mampu melesat secepat cahaya.

Ia relakan seluruh kepercayaannya pada bintang jatuh
menjadi sebuah nyawa.
Dan ia relakan nyawa itu bergantung hanya pada serpih detik yang mematikan.
Bintang jatuh menggenggam tangannya.
Inilah perjalanan sebuah cinta sejati,.. ia berbisik,
tutuplah matamu Ksatria.
Katakan untuk berhenti jika hatimu
merasakan keberadaan sang puteri…
Melesatlah mereka berdua.
Dingin yang tak terhingga terasa merobek Ksatria mungil,
Namun hangat jiwanya diterangi rasa cinta.
Dan ia merasakannya..
Berhenti! ? !! Teriak ksatria dalam kebutaan berselubung kepercayaan
Bintang jatuh melongok ke bawah,
Dan ia pun melihat sesosok puteri cantik yang kesepian.
Bersinar bagaikan orion di tengah kelamnya galaksi.
Ia pun jatuh hati.
Dilepaskannya genggaman itu.
Sewujud nyawa yang terbentuk atas cinta dan percaya.
Ksatria melesat menuju kehancuran.
Sementara sang bintang turun
Untuk dapatkan Sang Puteri.
Ksatria yang malang.
Sebagai balasannya di langit kutub dilukiskan aurora.
Untuk mengenang kehalusan dan ketulusan hati Ksatria.